Diberdayakan oleh Blogger.

Template information

insurance ownership, adjusted wald test, susenas

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN ASURANSI
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Serlie Littik1

Abstract: Everyone has right to get protection. Health insurance is one of those ways, because some research had proven that health insurance could increase access to health service facilities. The aim of this study is to know factors that related to the health insurance ownership in East Nusa Tenggara Province by using National Social Economic Survey (Susenas). Adjusted Wald test was used to know the relationship. The result of this study shows that factors related to insurance ownership in East Nusa Tenggara Province are age, education, area, income, distance and transportation.

Keywords: insurance ownership, adjusted wald test, susenas


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sehat jasmani dan rohani sangat mendukung kebahagiaan manusia sekaligus menggambarkan kualitas hidup, sehingga sering digunakan sebagai syarat untuk pemilihan para pemimpin.

Deklarasi Hak Asasi Manusia pasal 25 menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan untuk beberapa kondisi yang dialami, antara lain saat sakit. Salah satu bentuk perlindungan terhadap diri setiap orang adalah melalui kepemilikan asuransi.

Secara teori, asuransi kesehatan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan akses/jangkauan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan ketika sakit. Hal ini disebabkan karena dengan adanya asuransi kesehatan, hambatan finansial masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan dapat dikurangi.

Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa kepemilikan asuransi kesehatan memberikan dampak positif terhadap penggunaan fasilitas kesehatan (Hidayat, et al, 2004; Setyowati dan A.Lubis, 2003; Trujillo, 2003; Yuliawati, 2002; Liu, et al, 2002; Hsia, et al, 2000; Waters, 2000).  Hasil yang sama juga diperoleh Szilagyi, et al (2004) bahwa seperti halnya pada penggunaan bivariat, hasil analisis dengan multivariat mengindikasikan bahwa peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan tidak disebabkan oleh faktor demografi atau faktor-faktor pelayanan kesehatan yang pernah diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa asuransi meningkatkan akses, kesinambungan dan kualitas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil perhitungan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2000, baru 21% penduduk Indonesia yang terlindungi oleh asuransi kesehatan / jaminan sosial (Riyadi dkk, 2001). Sedangkan untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), penduduk yang memiliki jaminan/asuransi kesehatan hanya 8,36% (325.064 orang) dari 3.888.735 penduduk (Dinkes NTT, 2003).

Kepemilikan asuransi yang demikian minim mengisyaratkan cukup banyak penduduk yang belum dapat mengakses pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Masalah kesehatan yang makin banyak ditambah dengan peningkatan biaya kesehatan membuat beban masyarakat kian bertambah. Ketika sakit, banyak diantara anggota masyarakat yang memilih untuk mengobati sendiri sakit mereka dengan menggunakan obat tradisional atau bahkan pergi ke pengobatan alternatif. Mengabaikan keluhan sakit yang dirasakan adalah hal yang cukup banyak dilakukan oleh masyarakat.

Beberapa kemajuan telah dicapai dalam pembangunan daerah. Dari sisi politis penerapan desentralisasi dan otonomi daerah, serta pemekaran propinsi dan kabupaten/kota telah memberikan ruang gerak kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan yang lebih tepat bagi daerahnya.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan asuransi kesehatan di Propinsi NTT. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh Pemerintah daerah Propinsi NTT untuk pengambilan keputusan yang tepat. Pemerintah dan swasta perlu berperan aktif dalam memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat Propinsi NTT, sejalan dengan pilar pembangunan sumber daya manusia NTT yang mengutamakan aspek kesehatan dan pendidikan.

Asuransi Kesehatan
Dalam hidup ini, manusia tidak bisa secara mutlak terhindar dari bahaya baik itu sakit, kecelakaan, bencana alam, tindakan kriminal bahkan kematian. Beberapa diantaranya membawa dampak berupa kerugian ekonomi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi kemungkinan kerugian itu adalah melalui sistem asuransi (HIAA, 2000).

Asosiasi Asuransi Kesehatan Amerika (HIAA) mendefinisikan asuransi kesehatan sebagai :
      “…Plan of risk management that, for a price, offers the insured an opportunity to share the costs of possible economic loss through an entity called an insured.”

Esensi asuransi adalah mendistribusikan resiko/bahaya,  (HIAA, 2000). Jadi asuransi pada dasarnya adalah suatu menajemen resiko, dimana kepada para pesertanya ditawarkan kesempatan untuk bersama-sama menanggung kerugian ekonomi yang mungkin timbul, dengan cara membayar premi kepada perusahaan asuransi.

Asuransi kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan akses masyarakat kecil ke pelayanan kesehatan. Seperti diketahui, selama ini biaya kesehatan di Indonesia amat mahal dan relatif belum terjangkau sebagian besar masyarakat Indonesia (Kompas, 08 Maret 2005). Kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Keadaan ini terjadi terutama pada keadaan dimana pembiayaannya harus ditanggung sendiri (out of pocket) dalam sistim tunai (fee for service) (www.jpkm-online.net).

Dua fungsi dasar dari asuransi kesehatan adalah memastikan akses terhadap perawatan kesehatan kesehatan yang efektif jika diperlukan dan secara efektif melindungi pendapatan dan aset keluarga dari mahalnya biaya perawatan kesehatan. Jadi, fungsi asuransi kesehatan yang terpenting adalah untuk melindungi rumah tangga dan individu dari beban pembayaran yang dikeluarkan dari kantong sendiri (out of pocket) untuk biaya-biaya perawatan medik.

Di Indonesia, berdasarkan studi, 20% dari masyarakat terlindungi oleh salah satu jaminan pemeliharaan kesehatan (asuransi kesehatan) di tahun 2001. Dari mereka yang terlindungi oleh asuransi kesehatan, kira-kira setengah dari mereka tergabung dalam Askes. Masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan yang tinggal di daerah pedesaan tidak terlindungi oleh kebanyakan program kecuali oleh Kartu Sehat (Riyadi, dkk., 2005).

Ketersediaan asuransi kesehatan dalam data Susenas 2004 yaitu merujuk pada keikutsertaan penduduk menjadi peserta asuransi kesehatan.  Jenis asuransi meliputi : Askes, Astek/Jamsostek, Perusahaan/Kantor, Asuransi lain, Dana Sehat, Kartu Sehat dan JPKM.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kepemilikan asuransi kesehatan adalah ketersediaan asuransi untuk keperluan rawat jalan/rawat inap.  Untuk keperluan analisis, asuransi kesehatan terbagi atas 4 kategori.

Askes (Asuransi Kesehatan)
Adalah asuransi kesehatan bagi pegawai negeri, pensiunan dan keluarganya, yang dikelola oleh PT Persero Askes. Termasuk pegawai swasta yang ikut program Askes

Astek (Asuransi Tenaga Kerja) / Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) dan Asuransi Perusahaan/kantor
Astek/Jamsostek adalah asuransi bagi tenaga kerja swasta yang dikelola oleh PT Astek. Sedangkan yang dimaksud dengan asuransi perusahaan/kantor adalah perusahaan/kantor yang menyediakan biaya atau tempat berobat bagi karyawan dan mungkin keluarganya bila sakit

JPKM (Jaminan pembiayaan kesehatan Masyarakat)
Adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Pembiayaan secara pra-upaya adalah pembiayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan yang dibayar dimuka (pra-upaya) oleh badan penyelenggara untuk memelihara kesehatan peserta JPKM. Pra-upaya juga berarti bahwa peserta JPKM membayar dimuka sejumlah iuran secara teratur kepada badan penyelenggara agar kebutuhan pemeliharaan kesehatannya terjamin.

Kartu sehat
Kartu sehat adalah kartu yang digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga tidak mampu, yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

Pengertian masing-masing asuransi di atas sesuai dengan Pedoman Pencacah Kor yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2003). Di luar kepemilikan asuransi diatas, maka dikelompokkan kedalam penduduk yang tidak mempunyai asuransi.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Studi ini menggunakan data sekunder gabungan dari Kuesioner Modul Perumahan dan Kesehatan (VSEN2004.MPK) dan Kuesioner Kor (VSEN2004.K) Susenas 2004, Subset data Propinsi NTT. Rancangan Susenas 2004 ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan desain cross sectional.
Populasi dan Sampel
Populasi sasaran yang termasuk sampel analisis ini adalah semua penduduk di Propinsi NTT pada tahun 2004. Yang menjadi sampel penelitian ini adalah semua individu yang menjadi sampel Susenas 2004.

Analisis Data
Analisis Univariat dilakukan untuk melihat sebaran/distribusi masing-masing variabel yang diteliti. Dari hasil analisis univariat, pada beberapa variabel dilakukan pengelompokkan menjadi variabel baru dengan kategori yang disesuaikan untuk keperluan analisis selanjutnya.

Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan/perbedaan secara statistik antara tiap-tiap parameter (kategori). Uji yang digunakan adalah Adjusted Wald  Test. Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan a=0,05 dan confidence interval  95%, dengan ketentuan jika :
Pvalue > 0,05 berarti Ho gagal ditolak (Pv > a)
Uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan/perbedaan yang bermakna
Pvalue <= 0,05 berarti Ho ditolak (Pv <= a)
Uji statistik menunjukkan adanya hubungan/perbedaan yang bermakna

HASIL
Karakteristik Responden
Penelitian ini menggunakan data gabungan dari Kuesioner Modul Perumahan dan Kesehatan dan Kuesioner Kor Susenas 2004. Karena data yang digunakan merupakan data gabungan, maka tiap rumah tangga diwakili oleh 1 (satu) orang sebagai responden sehingga jumlah responden seluruhnya adalah 1788.

Dari total responden, 48,49% diantaranya adalah laki-laki dan 51,51% adalah perempuan.  Sedangkan berdasarkan tipe daerah, 83,05% responden tinggal di daerah pedesaan sedangkan 16,95% responden tinggal di daerah perkotaan. Sebagian besar responden adalah individu yang telah menikah (67,34%) dengan tingkat pendidikan terbanyak (65,49%) adalah tamat pendidikan dasar (SD, SLB, MI, SLTP dan MTs).

Data pekerjaan responden digolongkan menjadi dua kelompok yaitu, responden yang mempunyai pekerjaan dan responden yang tidak mempunyai pekerjaan (menganggur/sekolah/pensiun). Pengelompokan tersebut dilakukan karena data Susenas 2004 yang digunakan tidak dapat menggambarkan distribusi pekerjaan yang sebenarnya di Propinsi NTT. Berdasarkan pengelompokan tersebut, diperoleh persentase rata-rata responden yang bekerja adalah 68,68% dengan pendapatan rata-rata tiap rumah tangga  Rp 488.714/bulan.

Variabel umur dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok umur responden kurang dari 60 tahun dan kelompok umur responden lebih dari atau sama dengan 60 tahun. Berdasarkan pengelompokan umur responden yang dilakukan, diperoleh rata-rata umur responden adalah 39 tahun.

Kepemilikan Asuransi Kesehatan
Distribusi penduduk menurut Menurut Karakteristik Demografi, jarak, keberadaan transportasi umum, wilayah, kebutuhan kesehatan dan Kepemilikan Asuransi terlihat dalam Tabel 1.  Tabel 1 menjelaskan beberapa hal.




Tabel 1.Distribusi Proporsi Penduduk Menurut Karakteristik Demografi, Jarak, Transportasi, Wilayah, Kebutuhan kesehatan dan Kepemilikan Asuransi di Provinsi NTT Tahun 2004


Distribusi Asuransi menurut Variabel :
Asuransi Kesehatan
Total
Askes
Jamsostek
JPKM
Kartu Sehat
Total kepemilikan asuransi kesehatan di Prop NTT
7,51
0,75
2,17
24,36
35,03
Umur
<60 tahun
>=60 tahun
F (1, 97)

8,13
5,23
2,55

0,86
0
7,38**

2,11
2,56
0,29

24,87
31,61
2,03

34,63
37,70
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
F (1,97)

8,16
7,37
0,32

0,71
0,78
0,04

2,29
2,05
0,14

25,3
23,26
1,00

36,69
33,46
Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah/ tidak tamat SD
Tamat Pend. Dasar
Tamat pend. Menengah
Tamat Pend.Tinggi
F (3,95)

0,42
3,02
23,15
46,24
41,51**

0
0,18
2,73
4,41
3,42*

2,01
2,10
2,65
0
1,74

32,93
27,89
16,56
4,30
12,28**

32,15
32,01
44,43
54,95
Pekerjaan
Tidak bekerja
Bekerja
F (1.97)

9,77
6,83
2,98

1,09
0,59
1,78

2,65
1,95
1,26

24,12
24,47
0,01

37,63
33,83
Pengeluaran per kuintil
Q1 (n = 317)
Q2 (n = 317)
Q3 (n = 316)
Q4 (n = 317)
Q5 (n = 316)
F (4,94)

0
2,85
1,89
5,08
16,20
13,85**

0
0
0
0,65
0,98
1,61

2,84
2,20
1,89
2,20
2,20
0,24

32,18
27,44
28,77
22,72
20,11
1,15

35,02
32,49
32,55
30,65
39,49
Status Perkawinan
Belum menikah
Menikah
Cerai hidup/mati
F (1,97)

6,25
8,65
5,12
2,96

0,76
0,85
0
0,02

1,71
2,31
2,22
0,28

21,86
24,76
27,33
1,03

30,59
36,58
34,67
Jarak
<2 km
2 – 10 km
>10
F (2,96)

12,76
5,51
1,75
14,31**

1,18
0,64
0
3,64*

2,42
0,62
5,97
1,70

25,27
25,35
19,29
0.38

41,63
32,11
27,01
Transportasi Umum
Tidak ada
Ada
F (1,97)

3,47
9,77
15,05**

0
1,10
7,64**

1,19
2,29
0,05

32,25
20,64
3,86

37,62
33,80
Wilayah
Desa
Kota
F (1,97)

4,98
20,79
27,33**

0,07
3,96
7,88**

2,56
0,33
3,16

26,94
12,21
9,98**

34,55
37,29
Keluhan kesehatan
Tidak ada
Ada
F (1,97)

7,08
8,83
1,36

0,65
0,90
0,40

1,62
3,04
1,68

23,35
25,98
0,60

32,70
38,75
Tingkat keparahan
Tidak terganggu
Terganggu
F (1,97)

7,20
9,31
1,43

0,78
0,67
0,07

2,03
2,57
0,17

23,13
27,86
1,81

33,13
40,41
Perilaku beresiko
Tidak merokok
Merokok
F (1,97)

8,26
6,39
1,15

0,79
0,64
0,10

2,14
2,25
0,01

23,84
25,74
0,39

35,03
35,01
Riwayat/Pengalaman Kesehatan
Tidak sakit
Gejala sakit
Sakit kronis/kecelakaan
F (2,96)

7,50
6,12
9,31
1,17

0,69
0,11
0,67
0,08

1,70
1,43
3,68
2,09

23,54
23,62
26,67
0,32

33,44
32,29
40,32
Catatan : Total sample 1.788; F adalah Adjusted Wald Test; (**) signifikan pada level 1%; (*) signifikan pada level 5%

 
 


































Pada variabel umur, ada perbedaan signifikan antara responden yang berumur di bawah 60 tahun dengan yang berumur 60 tahun ke atas dalam hal kepemilikan Jamsostek.  Perbedaan kepemilikan tipe asuransi ini antara dua kelompok tersebut sangat mencolok, bahkan didapati bahwa ternyata tidak seorang penduduk pun yang berusia 60 tahun ke atas memiliki asuransi tipe ini. Untuk Kartu Sehat, walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun pada kelompok umur 60 tahun keatas, kepemilikan asuransi tipe ini jauh lebih banyak. Hal sebaliknya ditemukan dalam kepemilikan Askes. Walaupun tidak signifikan, namun kepemilikan Askes penduduk yang berumur dibawah 60 tahun lebih banyak dari mereka yang berusia 60 tahun keatas. Dari data-data tersebut disimpulkan bahwa variabel umur hanya berpengaruh terhadap kepemilikan asuransi tipe Jamsostek.

Kepemilikan asuransi pada variabel jenis kelamin hampir merata antara laki-laki dan perempuan. Tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepemilikan asuransi. Demikian pula halnya dengan pekerjaan, ukuran keluarga dan status perkawinan. Namun demikian dari tabel terlihat bahwa ada perbedaan yang cukup besar antar kategori dalam variabel-variabel tersebut, hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut : walaupun tidak signifikan, namun kepemilikan asuransi pada penduduk yang tidak bekerja ternyata lebih banyak bila dibanding dengan penduduk yang bekerja. Perbedaan ini terlihat lebih nyata dalam tipe asuransi Askes, Jamsostek dan JPKM.

Demikian juga dengan variabel ukuran keluarga. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang memiliki asuransi tipe Askes yang lebih banyak dari rumah tangga dengan jumlah anggota 5 orang ke atas. Namun untuk tipe asuransi Jamsostek, JPKM dan Kartu Sehat, tidak ada perbedaan yang berarti dalam kepemilikan asuransi kesehatan. Jadi dapat dikatakan bahwa ukuran keluarga tidak berhubungan dengan kepemilikan asuransi.  Pada variabel status perkawinan, kepemilikan Askes terbesar ada pada penduduk yang telah menikah, dan terkecil pada penduduk yang pernah mengalami perceraian. Hal ini sangat berbeda dengan kepemilikan kartu sehat.  Kepemilikan asuransi tipe ini paling banyak pada penduduk yang pernah mengalami perceraian dan paling sedikit pada penduduk yang belum pernah menikah.

Tingkat pendidikan berhubungan dengan kepemilikan asuransi pada semua tipe kecuali JPKM.  Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan asuransi sangat signifikan pada tipe asuransi Askes. Pada tipe asuransi Askes dan Jamsostek, makin tinggi pendidikan, semakin banyak penduduk yang memiliki asuransi kesehatan. Di lain pihak, kepemilikan Kartu Sehat makin menurun seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Walaupun demikian, ada sebagian kecil penduduk yang termasuk dalam kelompok pendidikan menengah dan tinggi yang mendapatkan kartu sehat.

Pada variabel tingkat pendapatan (dengan proxy kuintil pengeluaran), didapatkan pula hubungan dengan kepemilikan asuransi tipe Askes. Dalam hubungan antara tingkat pendapatan dengan kepemilikan Askes diketahui bahwa makin tinggi pendapatan, makin banyak Askes yang dimiliki. Bahkan pada Askes, proporsi range kepemilikan asuransi sangat berbeda antar kuintil. Pada kuintil 1 (paling miskin), tidak ada penduduk yang memiliki Askes. Tetapi pada kuintil 5 (paling kaya), kepemilikan Askes mencapai 16,20% dari total kepemilikan Askes. Fenomena yang sama terlihat juga dalam Jamsostek. Namun tidak seperti pada Askes, proporsi range kepemilikan asuransi tidak jauh berbeda (0 untuk kelompok termiskin dan 0,98 untuk kelompok terkaya). Pada JPKM tidak terlihat perbedaan yang berarti antar kuintil pengeluaran. Dari tabel juga terlihat bahwa kepemilikan Kartu Sehat hampir sama antar kuintil pengeluaran. Juga dapat diketahui bahwa 51% kepemilikan asuransi pada kelompok terkaya (Q5) adalah dari kartu sehat. Sedangkan 74% kepemilikan asuransi kesehatan pada kelompok kaya (Q4) adalah juga dari kartu sehat.

Variabel jarak, keberadaan kendaraan umum dan wilayah sangat berhubungan dengan kepemilikan asuransi Askes dan Jamsostek. Jika penduduk tinggal di kota, dengan jarak kurang dari 2 km dari fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat tinggalnya terjangkau oleh kendaraan umum, maka kepemilikan Askes dan Jamsostek akan tinggi. Hal ini kontras dengan kepemilikan kartu sehat. Tipe jaminan kesehatan ini secara signifikan terkonsentrasi di daerah pedesaan, yang tidak terjangkau oleh kendaraan umum. Demikian pula dengan JPKM, walaupun tidak signifikan, namun menunjukkan bahwa makin ke daerah pedesaan, makin banyak penduduk yang memiliki JPKM.

Selanjutnya, pada variabel keluhan kesehatan,tingkat keparahan penyakit, perilaku beresiko (merokok) dan riwayat/pengalaman kesehatan, tidak ditemukan berhubungan dengan kepemilikan asuransi kesehatan.

PEMBAHASAN
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penilaian responden terhadap kebutuhan kesehatannya sangat subjektif.  Hal ini terlihat dari keluhan responden, yang belum tentu sesuai dengan pendapat professional medis. Kelemahan lain dari cara pengukuran ini adalah pengukuran dilakukan oleh mantri statistik dan mitranya, yang bukan tenaga kesehatan sehingga ada kemungkinan kekurangpahaman dalam penggalian data yang terkait dengan kesehatan.  Mutu data dipengaruhi oleh ketrampilan pengumpul data dalam menggali informasi, mengingat data merupakan kejadian pada kurun waktu satu bulan (untuk semua data) sampai satu tahun terakhir (khusus data rawat inap). Jadi ada kemungkinan terjadi recall bias.  Selain itu, karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka tidak semua data yang diperlukan dapat diperoleh. Ada beberapa variable bebas yang terpaksa tidak dimasukkan dalam analisis karena tidak mewakili keadaan yang sebenarnya.

Kepemilikan Asuransi Kesehatan
Tingginya kepemilikan kartu sehat berkaitan dengan banyaknya masyarakat tidak mampu di propinsi ini. Sedangkan rendahnya kepemilikan asuransi tipe Jamsostek, disebabkan karena Propinsi NTT tidak mempunyai banyak sektor swasta (seperti industri, perusahaan-perusahaan) yang secara formal mampu memberikan asuransi kesehatan bagi tenaga kerjanya.  Lagi pula dari hasil analisis (Tabel 1), diketahui bahwa tidak seorangpun dari masyarakat di kelompok usia 60 tahun ke atas yang  memiliki asuransi tipe  ini.  Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel umur berhubungan negatif dengan kepemilikan asuransi tipe Jamsostek. Hal ini disebabkan karena pada kelompok usia demikian, masyarakat yang bekerja di sektor swasta tersebut telah pensiun sehingga dengan sendirinya mereka tidak dijamin lagi.  Ini sangat disayangkan karena justru pada usia-usia demikian, di saat penghasilan yang diperoleh jauh berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali dan dengan kondisi kesehatan yang terus menurun, para pensiunan pekerja swasta pada kelompok umur inilah yang justru sangat memerlukan asuransi kesehatan.  Untuk itu dengan meningkatnya jumlah kelompok umur lanjut usia, yang memiliki probabilitas sakit yang lebih tinggi namun dengan sumber dana yang jauh lebih terbatas, pemerintah dan swasta perlu bergandengan tangan untuk memikirkan adanya kebijakan khusus yang menjamin para lansia mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya (Thabrany dan Pujianto, 2000).
Distribusi asuransi kesehatan cukup merata antar jenis kelamin, pekerjaan, ukuran keluarga dan status perkawinan.  Tidak ditemukan adanya hubungan dengan kepemilikan asuransi.  Namun yang menarik adalah walaupun tidak signifikan, namun kepemilikan asuransi pada penduduk yang tidak bekerja ternyata lebih banyak dibanding dengan penduduk yang bekerja. Hal ini kontras dengan hasil Hjortsberg (2003).  Perbedaan ini terlihat lebih nyata dalam tipe asuransi Askes, Jamsostek dan JPKM.  Hal ini bisa saja terjadi karena pada beberapa tipe asuransi, misalnya Askes, bukan hanya pesertanya saja yang dijamin, namun juga pasangannya, dan 2 orang anak yang berusia di bawah 21 tahun atau 25 tahun jika anak tersebut masih sekolah.  Jadi walaupun tidak bekerja, namun kelompok masyarakat ini berhak untuk dijamin oleh asuransi Askes.

Pada variabel status perkawinan, kepemilikan Askes terbesar ada pada penduduk yang telah menikah, dan terkecil pada penduduk yang pernah mengalami perceraian.  Besarnya kepemilikan Askes pada penduduk yang telah menikah ini lebih disebabkan oleh banyaknya responden yang telah menikah (67,30%).  Lagi pula bagi mereka yang telah menikah, jika pasangannya adalah peserta Askes, maka dengan sendirinya mereka berhak untuk mendapatkan asuransi kesehatan juga (sebagai tertanggung).  Namun pada kepemilikan kartu sehat, terjadi sebaliknya, walaupun tidak besar. Kepemilikan asuransi tipe ini paling banyak pada penduduk yang pernah mengalami perceraian dan paling sedikit pada penduduk yang belum pernah menikah.

Tingkat pendidikan dan pendapatan berhubungan dengan kepemilikan asuransi.  Namun hubungan itu tidak sama. Pada tipe asuransi Askes, hubungan ini positif, artinya seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan, kepemilikan Askes pun semakin meningkat.  Namun sebaliknya pada kartu sehat, terjadi hubungan negatif.  Dengan meningkatnya tingkat pendidikan, kepemilikan asuransi semakin menurun.  Demikian juga dengan pendapatan, walaupun pada pendapatan, hubungan negatif ini tidak signifikan.  Hal ini terjadi karena kedua sifat asuransi ini berbeda.  Kartu sehat  merupakan jenis jaminan kesehatan (asuransi kesehatan) yang diberikan oleh pemerintah bagi masyarakat yang tidak mampu dalam rangka meningkatkan akses mereka terhadap kesehatan.  Sedangkan Askes tidak. Askes merupakan asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh pegawai pemerintahan, dan atau oleh mereka yang ingin memiliki asuransi, yang akan membayar premi asuransinya sendiri (Askes sukarela).  Selain itu, pada masyarakat dengan tingkat pendidikannya tinggi, biasanya bisa mendapatkan pekerjaan pada sektor formal, yang dapat memberikan jaminan kesehatan dan tingkat pendapatan yang lebih baik. Bahkan pada penduduk dengan tingkat pendapatan yang tinggi, dengan kesadaran sendiri, membeli asuransi kesehatan bagi mereka maupun keluarga mereka. Ini menyebabkan kepemilikan asuransi juga meningkat.  Sedangkan pada penduduk yang memiliki kartu sehat  sebaliknya.  Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian Vera-Hernandez (1999), yang menyatakan bahwa pendidikan dan pendapatan adalah determinan yang penting baik dalam permintaan pelayanan kesehatan maupun keputusan untuk memiliki asuransi.

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa kepemilikan kartu sehat hampir sama antar kuintil pengeluaran.  Hal ini berarti tidak ada perbedaan kepemilikan kartu sehat antar berbagai tingkat pendapatan.  Bahkan 51% kepemilikan asuransi pada kelompok terkaya (Q5) adalah dari kartu sehat.  Demikian juga dengan kelompok masyarakat kaya (Q4), yang kepemilikan kartu sehatnya mencapai 74%.  Padahal kartu sehat adalah jaminan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah bagi keluarga tidak mampu secara ekonomi.  Di sini terlihat bahwa distribusi kartu sehat ini tidak tepat sasaran (Setyowati dan Lubis, 2003).  Pada tingkat nasional, persentase kartu sehat yang tidak tepat sasaran ini bahkan mencapai 23% (http://www.litbang.depkes.go.id).
Pada umumnya, layanan kesehatan, perkantoran/industri, maupun berbagai kegiatan lainnya terkonsentrasi di wilayah perkotaan.  Daerah perkotaan juga menawarkan banyak kemudahan untuk mengakses berbagai hal, dengan adanya dukungan transportasi umum.  Untuk daerah NTT, dengan kondisi geografi yang tidak menguntungkan (karena bergunung-gunung dan memiliki banyak pulau), semua ini menjadi daya tarik bagi penduduk untuk tinggal di sekitar daerah perkotaan, tidak jauh dari berbagai fasilitas yang ada.  Semua ini menyebabkan tingginya kepemilikan asuransi ASKES dan Jamsostek pada wilayah kota, dengan jarak kurang dari 2 km dan ketersediaan transportasi umum. 

Hal ini kontras dengan kepemilikan kartu sehat.  Tipe jaminan kesehatan ini secara signifikan terkonsentrasi di daerah pedesaan, yang tidak terjangkau oleh kendaraan umum.  Semua ini berkaitan dengan sifat asuransi tersebut, yang lebih ditujukan pada kalangan ekonomi tidak mampu, yang sebagian besar berdomisili di daerah pedesaan.

Keluhan kesehatan, tingkat keparahan penyakit, perilaku beresiko (merokok) dan riwayat/pengalaman kesehatan tidak berhubungan dengan kepemilikan asuransi kesehatan.  Walaupun demikian, ditemukan adanya gejala peningkatan kepemilikan asuransi pada penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan, yang merasa terganggu dengan gejala sakit yang ada dan yang memiliki riwayat/pengalaman sakit kronis/kecelakaan. Untuk sementara, selain karena keterbatasan penelitian ini, juga berbagai pengaruh kebiasaan atau budaya setempat ikut memberi warna pada hasil penelitian. Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman warga masyarakat yang cenderung untuk berpikir dan berbuat untuk waktu sekarang, menyebabkan perhatian untuk waktu yang akan datang kurang. Adapula perilaku pasrah terhadap kondisi yang ada tanpa upaya keras untuk keluar dari masalah yang dihadapi. Kebiasaan gotong royong atau saling membantu membuat warga masyarakat juga kurang daya juang untuk mandiri; di sisi lain, ada juga warga masyarakat yang lebih individualistis dan kurang suka bekerja sama. Hal-hal ini mengakibatkan warga masyarakat kurang peduli terhadap asuransi yang dapat melindungi diri dan keluarganya ketika sakit. Karena itu, sosialisasi tentang asuransi sebagai suatu upaya menjamin hari esok yang lebih sejahtera harus terus digalakkan oleh semua pihak yang peduli.

SIMPULAN DAN SARAN
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan asuransi di Propinsi NTT adalah umur (untuk Jamsostek), tingkat pendidikan dan wilayah (untuk semua tipe asuransi kecuali JPKM), pendapatan (untuk Askes), serta jarak dan transportasi (untuk Askes dan Jamsostek).

Adapun saran yang dapat diberikan adalah (1)Pemerintah dan swasta perlu bergandengan tangan untuk memikirkan adanya kebijakan khusus yang menjamin para lansia mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya; (2)Karena ada indikasi distribusi kartu sehat kurang tepat sasaran maka pengawasan perlu ditingkatkan baik oleh pemerintah, pemberi pelayanan kesehatan  dan masyarakat; (3)Perlu dilakukan sosialisasi tentang asuransi agar pola pikir dan pola tindak masyarakat berubah sehingga lebih memperhatikan kesejahteraan hari depan.

DAFTAR RUJUKAN
Biro Pusat Statistik (2004). SUSENAS 2004: Pedoman Pencacah Kor. BPS, Jakarta.
Biro Pusat Statistik (2003). SUSENAS 2004: Pedoman Modul Perumahan dan Pemukiman Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI, Jakarta.
Biro Pusat Statistik (2003). Statistik Indonesia 2002. BPS, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001). Indonesia Sehat 2010. Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002). Profil Kesehatan Indonesia 2001. Depkes RI, Jakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2003. Profil Kesehatan Nusa Tenggara Timur 2002. Dinkes, Kupang.
Handayani, L., Siswanto, Nirmala  A. Ma’ruf dan Dwi Hapsari (2003). Pola Pencarian Pengobatan di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 31 (1): 33-47.
Hidayat, B., Hasbullah T., Hengjin D and Rainer S (2004). The Effect of Mandatory Health Insurance on Equity in Access to Outpatient Care in Indonesia. Health Policy and Planning, 19 (5): 332-335.
Hjortsberg, C (2003). Why Do the Sick People Not Utilise Health Care? The Case of Zambia. Health Economics, 12 : 755-770.
Hsia, J., et al (2000). Is Insurance a More Important Determinant of Health Care Access Than Received Health? Evidence From Womens’s Health Initiative. Journal of Womens’s Health and Gender-Based Medicine, 9 (8): 881-889.
Liu GG, Zhao Z, Cai R, Yamada T and Yamada T (2002). Equity in Health Care Access To: Assessing The Urban Health Insurance Reform in China. Soc Sci Med, 5(10): 1779-1794.
Newacheck, P.W., et al (1998). Health Insurance and Access to Primary Care for Children. Special Article. Massachusetts Medical Society, 338(8): 513-519.
Sulastomo (1997). Asuransi Kesehatan dan Managed Care. PT Asuransi Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Thabrany, H dan Pujianto (2000). Asuransi Kesehatan dan Akses Pelayanan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia, 50 (6) : 282 – 289
Thabrany, Hasbullah (2002). Asuransi Kesehatan di Indonesia. Edisi Kedua. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan UI, Depok
The Health Insurance Association of America (HIAA) (2000). The Health Insurance Primer. An Introduction to How Health Insurance Works. HIAA, Amerika.
Trujillo, A.J (2003). Medical Care Use and Selection in a Social Health Insurance With an Equalization Fund; Evidence From Colombia. Health Economics 12: 231-246.
Valdivia M (2002). Public Health Infrastructure and Equity in the Utilization of Outpatient Health Care Services in Peru. Health Policy Plan, 17 Suppl: 12-19.
Yulianingsih (2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pada Keluarga Miskin di Propinsi Jawa Barat Tahun 1999. Skripsi. FKM UI, Depok.
Yuliawati (2002). Faktor-Faktor Sosiodemografi Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pada Masyarakat Banten Tahun 2001. Skripsi FKM UI, Depok.
Waters, H.R (1999). Measuring The Impact of Health Insurance With Correction For Selection Bias-A Case Study of Ecuador. Health Economics 8: 473-483.
Vera-Hernandez, A,M (1999). Duplicate Coverage and Demand For Health Care: The Case of Catalonia. Health Economics 8: 579-598.
Artikel Elektronik:
BPS, Bappenas (2001). Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia 2001; Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia. Ringkasan Eksekutif. Di akses 7 April  2005.
JPKM Online (28 Maret 2005). Artikel. Diakses 7 April 2005. http://64.233.187.104/ search?q=cache:ytrgI7hd1AAJ:www.jpkm-online.net/++site:www.jpkm-online.net+%22JPK+Gakin%22&hl=id
Kompas (08 Maret 2005). Askes Penduduk Miskin Mulai Dibagi. Artikel. Diakses 7 April 2005, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/08/humaniora/ 1604477.htmsama
Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (2005). Di akses  11 April 2005. http://www.bappenas.go.id/pnData /ContentExpress /PJP/04%20Draft%20RPJP%20(Final)%204%20Feb%202005.doc.
Riyadi, S., Trisa W. Putri dan Sarimawar Djaja (2001). Pembinaan Perkembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Indonesia dan Pola Pemanfaatannya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Makalah. Di akses  7 april 2005. http://www.who.or.id/ ind/products/ow6/sub2/display.asp?id=4
Susenas, 2005. Hasil Awal Susenas 2004. Di akses 30 Juli 2005. http://www.litbang.depkes.go.id

Tim SURKESNAS NIHRD Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (2001). Laporan Data Susenas 2001 : Status Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan Lingkungan. Di akses  7 April 2005. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2001-tim-817-susenas.

Waspada Online (2 Maret 2004). Baru 21% Penduduk Memiliki Jaminan Kesehatan. Artikel. Di akses  5 April 2005. http://www.waspada.co.id/ cetak/index.php?article_id=39319


0 Responses to “insurance ownership, adjusted wald test, susenas”

Posting Komentar

Histats